SHARE

Pembukaan 8th OIC Halal Expo & 7th World Sumit oleh Wakil Presiden Turki Fuat Oktay di Istanbul, Turki. ANTARA/Risbiani Fardaniah.

Standar internasional

Ketidakkompakan negara-negara muslim dalam menetapkan standar produk halal menjadikan sejumlah negara yang mayoritas nonmuslim justru memainkan peranan besar dalam produksi produk halal.

Padahal masalah halal adalah syariat Islam dan seharusnya, seperti yang dikemukakan Kepala Persatuan Halal Dunia Ahmet Gelir, sertifikasi halal dilakukan oleh organisasi atau badan akreditasi yang memiliki pakar dengan kepekaan iman Islam.

"Dengan kata lain, seorang inspektur, organisasi sertifikasi, atau badan akreditasi yang tidak memiliki kepekaan iman tidak dapat memeriksa dan mensertifikasi makanan, produk, dan layanan yang akan disajikan di meja umat Islam dengan benar," ucapnya seperti dikutip dari Kantor Berita Anadolu.

Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel yang khusus datang ke World Halal Expo 2021 dan World Halal Summit di Istanbul pada 25 hingga 28 November 2021 juga menilai perlu kesamaan standar internasional terhadap produk halal yang permintaannya terus meningkat, terutama yang di antara negara-negara dengan mayoritas muslim yang bakal menjadi pasar utama produk halal.

"Ini penting agar ada kesamaan dan saling percaya di antara lembaga pemberi sertifikat halal di seluruh dunia," kata Rachmat Gobel yang diundang Presiden World Halal Summit Council hadir pada ajang halal dunia itu.

Menurut dia, negara-negara berpenduduk mayoritas muslim di dunia serta lembaga-lembaga pemberi sertifikat halal di seluruh dunia harus duduk bersama, membangun kesamaan prosedur, ukuran, dan metode pengujian produk halal.

"Harus diakui saat ini masih ada perbedaan-perbedaan di antara negara-negara atau lembaga-lembaga pemberi sertifikat halal tentang hal-hal tadi," kata mantan Menteri Perdagangan itu.

Perbedaan itu dimanfaatkan negara-negara yang justru muslimnya minoritas menjadi produsen utama produk halal. Indonesia sebagai negara mayoritas muslim terbesar di dunia dengan sekitar 220 juta penduduk beragama Islam bahkan juga bukan pemain utama produsen halal.

Menurut Menko Perekonomian Airlangga, Indonesia hanya menempati posisi ke-4 di produksi makanan dan minuman halal di dunia, posisi ke-3 untuk fesyen muslim dunia, posisi ke-5 untuk media rekreasi, serta masing-masing di posisi ke-6 untuk wisata ramah muslim, kosmetik dan farmasi, serta keuangan syariah.

Dengan demikian Indonesia memiliki peluang besar untuk memacu peranannya menjadi produsen produk halal dunia. Apalagi Indonesia seperti yang disampaikan Wapres Ma'ruf Amin, ingin menjadi pusat industri halal dunia pada 2024.

Sebuah visi yang tidak mustahil untuk terwujud bila seluruh pihak-pihak terkait menyatukan langkah dalam peta jalan menuju Indonesia sebagai pusat kekuatan halal dunia.

"Namun ingat jangan sampai Indonesia hanya menjadi pasar produk halal dunia. Kita harus mendorong dunia usaha kita, khusus UMKM, menjadi pemain produk halal global, mampu masuk ke pasar ekspor, terutama di negara-negara dengan mayoritas muslim," ujar Rachmat Gobel yang menyempatkan mampir ke Paviliun Indonesia dan menyapa para UMKM Indonesia yang tengah berjuang meraih pembeli produk halal global. (ANT)

Halaman :
Tags
SHARE