SHARE

Terdakwa Kasus Suap Bansos COVID-19, Juliari Peter Batubara (istimewa)

CARAPANDANG.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata memiliki rencana ekstra dalam kasus suap Bantuan Sosial yang menjerat Mantan Menteri Sosial, Juliari Peter Batubara. KPK menyebut fakta-fakta yang muncul dalam persidangan dapat dijadikan pintu masuk untuk mengusut keterlibatan pihak-pihak lain dalam perkara tersebut.

"Berbagai fakta yang muncul selama proses persidangan terdakwa Juliari P Batubara dan kawan-kawan benar bisa dijadikan sebagai salah satu pintu awal untuk membuka kembali adanya pihak-pihak yang diduga turut terlibat," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (5/8/2021).

Terkait hal itu, Ali mengatakan lembaganya saat ini masih terus melakukan pendalaman dengan melakukan permintaan keterangan berbagai pihak yang diduga mengetahui adanya dugaan peristiwa korupsi tersebut.

Kendati demikian, ia mengatakan KPK saat ini juga masih mengikuti proses persidangan Juliari dan menunggu putusan Majelis Hakim untuk mendalami fakta-fakta yang telah muncul tersebut.

"Namun demikian, kami masih ikuti proses persidangan ini dan berharap dalam putusan Majelis Hakim juga akan mempertimbangkannya sehingga makin menguatkan fakta-fakta tersebut untuk dapat didalami lebih lanjut," ujar Ali.

Sebelumnya, Juliari dituntut 11 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain pidana badan, Juliari juga dituntut untuk membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp14.597.450.000,00 subsider 2 tahun penjara dan pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun sejak Juliari selesai menjalani pidana pokoknya.

Juliari dinilai JPU KPK terbukti menerima suap Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bantuan sosial sembako COVID-19 di wilayah Jabodetabek.

Tuntutan tersebut berdasarkan dakwaan pertama, yaitu Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.